Popular Posts

Rabu, 5 Oktober 2011

KEMISKINAN DIMATA KU....



Sejak lahirku,
Tangan kasar ibuku menjadi sentuhan pertamaku
Suara letih ayahku menjadi pendengaran pertamaku
Sampah yang menggunung menjadi pemandangan pertamaku
Lantai kayu sempit dan berlumut menjadi penaung pertamaku
Tanah berdebu dan berlumpur menjadi tempat pijakan pertamaku
Beras hancur menjadi makanan pertamaku
Botol bekas kicap menjadi mainan pertamaku
Kucing liar menjadi sahabat pertamaku
Hingar bingar jalanan menjadi ruang lingkup pertamaku
Hingga dewasaku ini, pertamaku telah menjadi seluruh isi hidupku,
Akankah ini selalu terus menjadi duniaku…??



Mereka suarakan kasih…
Tapi mereka tidak menyedari kehadiranku di khalayak ramai jalanan


Mereka laungkan kasih…
Tapi mereka tidak sudi memandang dan menyapaku sejenak di antara peluhku


Mereka bisikan kasih…
Tapi mereka enggan menyentuhku dan memeluk ku ketika ku merasa sepi


Mereka nyanyikan kasih…
Tapi mereka tidak mendengar suaraku ketika aku merintih menahan lapar danpedih


Mereka katakan kasih…
Tapi mereka tidur nyenyak ketika aku tidur di tanah kering beratap langit


Mereka dendangkan kasih…
Tapi mereka tidak menguatkanku ketika aku menangisi keadaanku


Mereka katakan kasih…
Tapi tidak punya waktu untuk menjadi temanku dalam segala kekuranganku
Dan untuk ada bersamaku



Yang aku tahu kasih akan bertindak
Bukan diam tidak bergerak
Mereka anggap manusiakah aku ??
Ya Allah… fahamkan padaku…




Jangan menutup hidungmu ketika aku melintas,
Aku hanya mampu mengumpulkan sampah, lalu ku jual untuk makanan ku hari ini


Jangan menutup telingamu,
Aku meminta dengan suara sumbangku, agar perut adik-adikku dapat di isi


Jangan memalingkan wajahmu
Aku hanya mampu duduk meminta di kaki lima jalanan kerana keadaan ku tidak mendatangkan pilihan


Jangan curigai aku
Aku hanya memandang pakaian yang kau pakai, makanan yang kau makan, untuk ku mimpikan


Jangan memarahi aku
Aku belum mengenal sopan santun, kerana tidak ada yang mengajar aku.


Jangan menghinaku “bodoh”
Aku memang tidak berpendidikan, aku tidak mampu bersekolah sepertimu. Tidak ada yang memberikan aku 
pengetahuan


Jangan menghakimiku “menjual belas kasihan’
Aku, saudara-saudaraku dan teman-temanku tidak miliki peluang apa pun untuk menjadi selain ini


Jangan menjauhi aku
Aku kotor, kerana aku tidak memperdulikan tubuhku, hari-hari ku untuk mencari sesuap nasi


Jangan menganggap aku adalah “gangguan”
Aku hanya mampu berkeliaran untuk melupakan beban hidupku, tidak ada yang punya waktu untuk berkongsi sukacita denganku


Jangan memujuk aku
Aku hanya dapat menangis marah ketika pihak bandaraya memusnahkan ruang sempit tempatku bernaung. Tidak ada yang menolongku


Jangan mengejekku
Aku seringkali melanggar resam aturan hidup kerana aku tidak dapat memikirkan cara lain untuk mengejar hidup hari ini.


Jangan… Jangan…

Kerana…
Kau dan aku adalah “rancangan” dari Pencipta yang sama
Kau dan aku menghirup udara yang sama di bumi yang sama
Yang membezakan kau dan aku hanyalah: Tidak ada pintu peluang terbuka untukku.




Beras mahal, minyak tidak terjangkau.
Ayah berteriak marah
Ibu menangis pasrah
Aku bertanya,
“ Makan apa kami hari ini ?”
Biaya persekolahan naik, buku makin mahal.
Para guru menyesal terduduk
Ayah diam tertunduk
Aku menangis terpuruk,
“Sekolahku berhenti sampai disini”
Sesuap nasi makin ganas direbutkan.
Ayah makin berpeluh
Aku cuba untuk teguh
Adik mendesis mengaduh,
“Bila kita boleh miliki kereta mewah seperti mereka ?”
Jenayah subur berkembang, mendominasi.
Jiranku dituduh mencuri
Sahabatku lari dari polis
Aku terperuk berdiri,
“Haruskah ku akhiri hidup ini ?”
Tersepit, aku terhimpit…
Sudikah kau ku beri sakit ini ?
Dengan kesulitan ku di jambangan…
Bilakah kau akan bertindak ??



Anak itu mencari sesendok nasi, dipanas terik berpeluh
Mengapa ia begitu tekun dan teguh ?
Sedang aku banyak mengeluh


Anak itu bermain diantara timbunan sampah, di tanah berbatu
Tapi mengapa ia tertawa gembira?
Sedangkan aku tiada berhenti berkeluh kesah


Anak itu makan nasi dan garam
Tapi ia bersyukur dengan begitu dalam
Sedang aku sibuk menyusun dendam


Anak itu tidak dapat membaca, sekolah hanya dalam mimpinya
Tapi mengapa ia tetap merasa bahagia ?
Sedang aku dalam kegelisahan sahaja


Anak itu berdoa pada Allah
Aku hidup hanya berpusat akal fikir pada beban


Ku sedari…
Anak itu menjalani hidup dengan tulus hati
Sedang aku mengeluh tanpa henti
Aku miskin hati


Anak itu berjuang melawan pedih
Sedang aku tidak bertindak menolong, tapi sibuk berdalih
Aku miskin kasih…




Wallahu`alam



Jagalah Hati…



Wassalam.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan