Popular Posts

Jumaat, 28 Januari 2011

RUMAH KECIL...

Tersebutlah kisah dari sebuah kampung di Pantai Timur Semenanjung Malaysia. Ia tentang sebuah keluarga yang mendiami rumah kecil. Isteri dan anak-anaknya hidup dengan amat sederhana. Akan tetapi, semua anaknya dikurniakan akal yang cerdas. Selain ahli keluarga dan pekerjanya, tidak ada yang tahu bahawa lelaki ia mempunyai ladang subur berhektar-hektar dan perniagaan yang kian berkembang di beberapa kota besar. Dengan kekayaan yang diselia secara holistik, itu ia dapat membantu ratusan keluarga yang bergantung pendapatan padanya. Tahap kemakmuran para pekerja dan pegawainya malahan jauh lebih tinggi berbanding si majikan. Namun, lelaki ini merasa amat bahagia dan damai menikmati perjalanan usianya.

Salah seorang anak gadisnya pernah bertanya, `Mengapa ayah tidak membina rumah yang besar dan indah? Bukankah ayah mampu?"  Si ayah lalu menjawab, "Ada beberapa sebab mengapa ayah lebih suka tinggal di sebuah rumah kecil. Pertama, kerana walau sebesar manapun rumah kita, yang kita perlukan hanyalah tempat untuk duduk dan berbaring. Sedangkan rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya. Sehari-harian ia cuma mengurung diri sambil menikmati keindahan istananya. Ia terlepas dari masyarakat. Dalam masa yang sama,  ia terlepas dari alam bebas yang indah ini. Akibatnya ia akan kurang bersyukur kepada Allah"

Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan ucapan ayahnya dalam hati. Apa lagi ketika si ayah melanjutkan bicaranya,  "Kedua, dengan menetap di sebuah rumah kecil, anak-anak akan menjadi cepat dewasa. Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya dapat menghuni rumah yang lebih selesa. Ketiga, kami dulu cuma berdua, ayah dan ibu. Kelak akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya berumah tangga. Bukankah jika ayah dan ibu akan lebih tersiksa dengan suasana kesunyian jika tinggal di rumah yang besar?"

Si anak termenung. Alangkah bijaknya sikap si ayah yang nampak bersahaja itu. Padahal, ia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan tetapi, keringatnya setiap hari bercucuran ke bumi. Ia ikut mencangkul dan menuai hasil tanaman. Ia betul-betul menikmati kekayaannya dengan cara yang paling memuaskan diri. Ia tidak melayang-layang dalam buaian harta benda sehingga sebenarnya bukan merasakan kekayaan, melainkan kepayahan semata-mata. Sebab banyak hartawan lain yang hanya mampu menghitung-hitung kekayaan mereka dalam bentuk angka-angka. Mereka hanya menikmati lembaran-lembaran kertas yang disangkanya kekayaan yang tiada tara. Padahal hakikatnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali angan-angan kosongnya sendiri.

Kemudia anak itu lebih terkesima tatkala ayahnya meneruskan, "Anakku, jika aku membina sebuah istana anggun, kosnya terlalu besar. Dan pembiayaan sebesar itu kalau ku bangunkan rumah-rumah kecil yang sesuai sebagai tempat tinggal, berapa banyak warga muslim miskin mampu diangkat martabat mereka menjadi warga yang lebih dihormati? Ingatlah anakku, dunia ini disediakan Allah untuk segenap mahkluk Nya. Dan dunia ini cukup untuk memenuhi keperluan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, untuk memuaskan hanya keserakahan seorang manusia saja"

Wallahu`alam….

Tiada ulasan:

Catat Ulasan