Di dalam Al-Qur’an, Allah swt menamakan manusia dengan al insan, annas dan albasyar. Sebagai manusia, kita perlu memahami makna-makna tersebut agar dapat menangkap hakikatnya untuk selanjutnya menjalani kehidupan sebagai manusia sebagaimana yang Allah swt kehendaki, yakni mengabdi kepada-Nya. Allah swt berfirman: “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku” (QS.51:56).
Al insan
Menurut Dr. Quraish Shihab dalam buku tafsirnya, al insan di ambil dari akar kata yang bererti bergerak, lupa dan merasa bahagia atau senang. Ketiga makna ini menggambarkan sebahagian dari sifat atau ciri khas manusia. Ia bergerak bahkan seharusnya memiliki dinamisme; ia juga memiliki sifat lupa atau semestinya melupakan kesalahan-kesalahan orang lain dan ia pun merasa senang bila bertemu dengan jenisnya atau seyogianya selalu berusaha memberi kesenangan dan kebahagiaan kepada diri dan makhluk-makhluk lainnya.
Penggunaan kata al insan untuk menyebut manusia menunjukkan bahawa manusia adalah makhluk Allah swt yang diberi beban tanggung jawab untuk mengabdi kepada-Nya dalam ruang lingkup yang seluas-luasnya sebagaimana dalam firman-Nya di atas. Manakala manusia tidak menggunakan waktu dalam kehidupannya untuk mengabdi kepada Allah swt, maka ia akan menjadi orang yang rugi dunia dan akhirat. Dalam kaitan ini Allah swt berfirman di QS.103:1-3 : ”Demi masa. Sesungguhnya manusia (al insaan) benar-benar dalam kerugian. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”.
Oleh kerana itu, sebagai al insan, manusia seharusnya selalu waspada terhadap godaan-godaan syaitan kerana syaitan ingin menyesatkan manusia bukan secara fizik tapi manusia sebagai insan kerana Allah swt menggunakan kata insan ketika berfirman dalam QS. 17:53 “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: 'Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
Namun, manusia yang disebut al insan juga bererti lupa, semestinya ia melupakan kesalahan-kesalahan orang lain terhadap dirinya sehingga ia menjadi pemaaf. Kenyataan yang terjadi banyak manusia yang menjadi lupa terhadap ketentuan-ketentuan Allah swt sehingga mengabaikan perintah-Nya. Untuk itu manusia harus selalu berzikir kepada Allah swt dalam segala keadaan.
Sekiranya manusia menyedari hakikat dirinya sebagai al insan yang bererti harus selalu membuat senang manusia dan mahkluk Allah lainnya, maka dalam hidupnya nescaya manusia akan selalu memberikan yang terbaik, melakukan kebaikan bahkan menjadi cermin dalam kebaikan dan kebenaran dan segala perbuatannya selalu memberikan manfaat kepada manusia lain dan lingkungannya, dan inilah manusia yang ideal.
Al basyar
Penggunaan kata al basyar untuk manusia lebih ditekankan kepada hal-hal yang bersifat jasmani dan naluri. Misalnya manusia itu boleh dilihat, disentuh, memerlukan makan, minum, berkembang biak dan lain-lain. Dalam kaitan ini Rasulullah saw sebagai al basyar sama seperti kita yang merasa lapar, haus, dan sebagainya. Allah swt berfirman : “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: 'Bahawa sesungguhnya Robb kamu itu adalah Robb yang Esa.' Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Robbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang soleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Robbnya.' (QS. 18:110)
Kerana jasmani manusia memiliki berbagai macam keperluan, maka sebagai al basyar manusia boleh memenuhi segala macam keperluannya dengan cara yang sesuai dengan ketentuan Allah swt. Manusia yang menghalalkan segala cara dalam memenuhi keinginannya, sama halnya seperti binatang bahkan lebih buruk lagi. “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.(QS. 7:179)
Kenyataan menunjukkan bahawa keinginan manusia yang bersifat jasmaniyah sangat besar bahkan boleh jadi sangat dominan. Kerana itu sebagai al basyar manusia harus mampu mengendalikan hawa nafsunya bukan membiarkan sebebas-bebasnya, juga bukan membunuhnya. Manusia yang mampu menggendalikan hawa nafsunya akan menjadi manusia yang bermartabat.
An nas
Di dalam al-Qur’an, Allah swt juga menyebutkan kata an nas untuk menyebut manusia. Secara harfiyah, an nas diambil dari kata nausu yang bererti gerak dan terambil dari kata unas yang bererti kelihatan. Demikian menurut Dr. Quraish Shihab. Dari makna ini kita boleh mengambil kesimpulan bahawa sebagai manusia, keberadaan kita di dunia ini harus kita tunjukkan atau kita tampakkan dengan gerakan kebaikan dan perbaikan. Secara fizikal, manusia akan menjadi sihat bila ia banyak bergerak. Pengabdian kepada Allah swt yang salah satunya adalah solat dan haji, dilakukan dengan banyak melakukan gerakan.
Sebagai makhluk yang harus bergerak, manusia harus saling mengenal antara satu dengan lainnya kerana manusia memang terdiri dari perbezaan jantina, suku, bangsa, bahasa, dan warna kulit. Namun setelah saling mengenal, manusia harus menyedari bahawa kemuliaan itu bukan terletak pada kebanggaan atas status bangsa, jantina, warna kulit dan lainnya, tapi Allah swt meletakkan kemuliaan mansuia itu pada takwanya. "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.49:13).
Wallahu a`lam.....
Jagalah hati....
thk u..
BalasPadam