Popular Posts

Jumaat, 30 September 2011

SEMBOYAN ALLAH DAN SYURGA : AL- BARRA` BIN MALIK...


“Ada orang-orang lusuh berdebu yang mengenakan dua helai pakaian usang. Mereka tidak pernah dipandang. Seandainya dia bersumpah atas nama Allah, nescaya Allah memenuhi sumpahnya. Salah satu dari mereka adalah Al-Barra’ bin Malik.”
(Al-Hadis)

Jika kita berbicara tentang keberanian di medan perang, maka keberanian para sahabat (semoga Allah meredhai mereka) tiada duanya. Kerinduan terhadap syahid menjadikan kematian lebih mereka cintai daripada kehidupan. Bahkan syahid di medan perang menjadi sesuatu yang selalu mereka tunggu dan mereka cari. Seperti sahabat Rasulullah saw yang satu ini, Al-Barra’ bin Malik, yang menginginkan kematiannya bukan di atas ranjang tetapi di medan laga.

Al-Barra’ bin Malik adalah saudara Anas bin Malik, salah seorang pembantu Rasulullah saw. Ia terkenal dengan semboyan “Allah dan Syurga”. Sebuah semboyan yang tersirat kerinduan yang mendalam kepada Allah dan Syurga-Nya.

Suatu ketika saat ia sakit, ia dikunjungi sahabat-sahabatnya. Al-Barra’ langsung melihat seberkas kebimbangan dari raut wajah para sahabatnya itu, lalu ia berkata: “Mungkin kalian takut aku mati di atas ranjangku. Tidak, demi Allah. Robb ku pasti memberiku mati syahid !”

Di saat perang Yamamah, ketika pasukan Islam di bawah panglima Khalid bin Walid, Al-Barra’ bin Malik dengan pandangannya yang tajam menyapu seluruh penjuru medan perang. Seolah hendak mencari tempat yang sesuai bagi kematiannya. Tidak ada yang lebih menyibukkannya dari urusan dunia kecuali untuk tujuan yang satu ini. Sungguh kuat keinginannya untuk syahid, Syaidina Umar bin Khattab ra sangat berwaspada agar Al-Barra’ tidak dijadikan panglima pasukan. Syaidina Umar ra bimbang dengan sifatnya itu akan menyebabkan kepemimpinannya dalam pasukan dapat membahayakan anak buahnya dan membawa kebinasaan.

Pada perang Yamamah ini, Musailamah dan bala tenteranya memiliki kekuatan yang paling kuat. Pertempuran sengit yang terjadi nyaris mengalahkan pasukan kaum Muslim. Serangan-serangan yang dilancarkan pasukan murtad tersebut sempat melemahkan semangat kaum Muslim. Al-Barra’ yang melihat keadaan ini tidak hanya mendiamkan diri. Ia langsung berteriak dengan suara lantang, “Wahai penduduk Madinah ! Tidak ada Madinah bagi kalian sekarang. Yang ada hanya Allah dan Syurga !”

Perkataan Al-Barra’ ini mampu membangkitkan semangat kaum Muslim. Al-Barra’ sedar bahawa saat mereka berada di tengah medan perang, tidak ada waktu untuk memikirkan tempat tinggal, isteri dan anak-anak. Yang ada hanyalah Allah dan Syurga. Kaum Musyrikin yang mulai terdesak langsung berkumpul dan berlindung di sebuah kebun yang mereka jadikan benteng.

Untuk menembusi pertahanan musuh, Al-Barra’ tidak memikirkan cara lain selain meminta kaum Muslim untuk melemparkannya ke dalam benteng musuh agar ia dapat menyerang ke daerah petahanan mereka dan membukakan pintu bagi kaum Muslim. Walau akhirnya ia mendapat lapan puluh tusukan pedang, tetapi ia dan pasukan Islam berjaya melemahkan kekuatan kaum Musyrikin tersebut.

Pada perang melawan Parsi yang merupakan salah satu di antara dua kekuatan yang ditakuti, Al-Barra’ kembali menunjukkan kejaguhan dan keberaniannya. Pasukan Parsi terkenal dengan kekejaman, peralatan perang yang canggih dan tentera yang hebat. Bagi Al-Barra’, inilah saat yang ditunggu. Ia berharap dapat menemui syahid dalam perang ini.

Pada perang ini, pasukan Parsi menggunakan senjata-senjata yang berbahaya. Salah satunya adalah rantai-rantai yang pada hujungnya diikatkan sebuah pengait besi yang dipanaskan. Rantai-rantai inilah yang mereka lemparkan dari dalam benteng yang menyebabkan kaum Muslim yang terkena sebatannya tidak dapat melepaskan diri.

Anas bin Malik ra pun tidak terlepas dari senjata ini. Melihat Anas bin Malik ra yang tersangkut di pengait besi itu, Al-Barra’ bin Malik langsung menyambar rantai yang panas tersebut sehingga menyebabkan kedua tangannya melepuh dan daging di telapak tangannya menggelupas.

Al-Barra’ ternyata belum menemui kematiannya hingga tibalah pertempuran Tutsur. Menyaksikan pasukan Parsi yang sangat besar, Syaidina Umar bin Khattab ra langsung mengirim surat kepada Sa’ad bin Abi Waqqash di Kufah untuk mengirimkan pasukannya ke Ahwaz. Syaidina Umar ra juga mengirim surat kepada Abu Musa al-Asy’ari di Basrah agar mengirim pasukan juga ke Ahwaz.

Suasana perang yang sangat mencengkam dirasakan kaum Muslim. Rustum, pemimpin Parsi benar-benar mengerah seluruh kekuatan bala tenteranya untuk menghancurkan kaum Muslim. Saat kedua-dua pasukan membuka gelanggang perang melalui pertandingan satu lawan satu, Al-Barra’ berjaya mengalahkan seratus pahlawan dari Parsi. Kemudian bermulalah perang di antara kedua pasukan yang menelan korban yang tidak sedikit.

Dalam situasi yang sangat sukar ini, salah seorang sahabat ra berkata kepada Al-Barra’, “Ingatkah engkau pada sabda Rasul saw tentang dirimu, “Ada orang-orang lusuh berdebu yang mengenakan dua helai pakaian usang. Mereka tidak pernah dipandang. Seandainya dia bersumpah atas nama Allah, nescaya Allah memenuhi sumpahnya. Salah satu dari mereka adalah Al-Barra’ bin Malik.” Maka bersumpahlah kepada Allah agar Dia memberikan pertolongan-Nya kepada kita !”

Maka Al-Barra’ pun mengangkat kedua tangannya: “Ya Allah, kalahkan mereka, berilah pertolongan kepada kami, dan pertemukanlah aku dengan Nabi Mu!”

Dengan keyakinan yang teguh, ia melangkahkan kakinya dan siap mengayunkan pedang ke leher para tentera Parsi. Sejenak sebelum ia melangkah, ia pandang Anas bin Malik ra, saudaranya yang berada disisi dengan pandangan yang lama, seolah-olah ia ingin mengucapkan salam perpisahan kepada saudara yang dicintainya itu. Ia pun tanpa ragu, segera menceburkan diri dalam kancah peperangan. Sampai ia menemukan syahidnya. Ketika peperangan telah selesai, para sahabat ra menemui jasadnya di antara para syuhada. Ia telah pergi menuju Robb-nya dengan meninggalkan senyum yang menawan. Ia pergi tanpa meninggalkan harta, tetapi ia pergi dengan meninggalkan sejuta kisah keberanian. “Selamat jalan Al-Barra’ bin Malik ! Engkau telah kembali ke kampung halaman”.
“ltulah syurga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.”
(QS Al-A’raaf: 43)

Jagalah Hati...
 Wassalam.

Khamis, 29 September 2011

BUNGA KEHIDUPAN : MEMBACA DAN MENULIS...


Membaca dan menulis,
sungguh satu kenikmatan.
Kenikmatan yang Allah berikan.
Jika telah menjadi kebiasaan,
akan mendapat banyak kebaikan ;
ilmu, wawasan dan kemuliaan.


Mungkin tidak semua orang sedar.
Bahawa ayat pertama dalam Al-Quran
berisi perintah membaca (surat Al-Alaq : 1)
selang beberapa waktu kemudian,
turun surah berikutnya berisi perintah menulis (surat Al-Qalam : 1).


Membaca dan menulis,
termaktub di kitab suci.
Luar biasa..!


Bererti sesuatu yang sangat-sangat penting.
Allah Maha Penguasa semesta,
mencatat itu dalam kitab suci-Nya.


Benar, membaca dan menulis, sungguh bermanfaat,
Untuk kebaikan diri dan kemajuan umat.
Juga bagi kehidupan manusia seluruhnya.


Membaca dan menulis, 
Itulah kunci kembar ilmu pengetahuan.
Dengannya tersusun kata.
Terangkai kalimat
Tercipta karya sastera
Puisi, syair dan prosa
Terlahir banyak buku, ilmu dan teknologi
Untuk kebaikan manusia.


Membaca dan menulis,
akan menyihatkan otak
Mengganti sel-sel saraf yang rosak
dan jaringannya akan bertambah banyak.


Membaca dan menulis,
adalah kebiasaan para ulama,
pekerjaan para pujangga,
amalan para ilmuan.


Membaca dan menulis,
bererti kita telah mula
membangun satu peradaban.
Jangan anggap biasa…
Membaca dan menulis sangat luar biasa.
Padahal sungguh mudah, murah, dan sederhana.


Membaca dan menulis,
akan mengubah jiwa,
mengubah keluarga
bahkan, akan mengubah dunia.
Membangun peradaban baru.
Percayalah…!


Teruslah membaca…
Teruslah menulis…
Jangan pernah berhenti
Sampai mati...






Jagalah Hati...


Wassalam

BELAJAR JUZUK 3...


Belajar bererti
Usaha yang tidak pernah berhenti
Sejak bayi sampai menjelang mati
Mengasah otak menghias hati dan pekerti
Tidak ada kamus untuk cuti
Apalagi cuma diam menghitung hari


Belajar adalah,
Kerja keras, bukan pasrah
Bersemangat dan pantang menyerah
Mahu mencuba dan tidak takut salah
Bersabar, tidak pernah berkeluh kesah
Dan belajar bukan sekadar dapat ijazah


Belajar juga bererti
Membaca dengan fikiran
Mendengar dengan hati
Melihat dengan jiwa
Berjalan dengan perasaan


Belajar ertinya, tabah
Rendah hati, santun, dan sabar
Agar menjadi anak terpelajar
Bukan jadi semakin kurang ajar...


JAGALAH HATI...


Wassalam

Rabu, 28 September 2011

BELAJAR JUZUK 2...



Siraman air hujan
Hembusan angin
Sinar matahari
Hamparan bunga-bunga
Betapa indahnya



Daun yang hijau
Langit membiru
Malam yang gelap
Pelangi warna-warni
Sungguh memesona



Kicauan burung
Deburan ombak
Gemericik sungai
Nyanyian serangga
Alangkah serasinya



Wahai hati...
Kenapa kau tidak belajar dari alam raya
Yang setiap hari mengajarkan kita
Erti ketundukan pada Sang Pencipta.



Jagalah Hati....

Wassalam

BELAJAR JUZUK 1...


Ketika kau marah,
Kau ajarkan aku kesabaran

Ketika kau salah
Kau ajarkan aku keterbatasan

Ketika kau kalah
Kau ajarkan aku ketabahan

Ketika kau sedih
Kau ajarkan aku kelembutan

Ketika kau tersenyum
Kau ajarkan aku kepuasan

Ketika kau tertawa
Kau ajarkan aku kebahagiaan

Ketika kau berjaya
Kau ajarkan aku kesyukuran

Ketika kau diam
Kau ajarkan aku kefanaan

Ketika kau berdoa
Kau ajarkan aku erti ketundukkan

Ketika kau bahagia
Kau ajarkan aku erti cinta

Terima kasih anakku
Yang setiap hari mengajarku
Erti hidup...hidup yang bermakna...



Jagalah Hati...



Wassalam

Selasa, 27 September 2011

BERSAHABAT DENGAN MASALAH...


Seorang kawan mengeluh, ”Tuan, saya sering dilanda masalah? Padahal saya ini sudah rajin berdoa, selalu berfikiran positif, tidak pernah menyusahkan orang lain, suka menolong orang dan jujur dalam bekerja. Kenapa ya tuan? Apa masalah saya? Saya sudah bosan sentiasa dilanda masalah.”

Masalah… Setiap orang pasti ada masalah. Setiap hari kita pasti berhadapan dengan masalah. Kita berurusan dengan masalah. Kita mendapat masalah. Kita membuat masalah. Malahan kita mungkin jadi sumber masalah. Masalah terbesar adalah jika kita tidak tahu bahawa masalah kita adalah kita merasa tidak ada masalah.
Saudara semuslimku, waktu kita mengalami masalah, bagaimanakah reaksi kita…?
Adakah kita marah? Sakit hati? Kecewa? Takut? Menyalahkan diri sendiri? Atau kita cenderung untuk menyalahkan orang lain…?
Mungkin ada yang tertanya-tanya mengapa saya menggunakan judul ”Bersahabat Dengan Masalah”. Salah tajukkah? Patutkah kita diminta bersahabat dengan masalah?
Benar. ”Masalah” sebenarnya adalah hal yang sangat positif. Mari kita bahas terlebih dahulu makna di sebalik kata ”masalah”. Masalah, dalam bahasa Inggeris adalah ”problem”, ternyata mempunyai akar kata yang maknanya sangat berbeza dengan yang kita fahami selama ini.
Akar kata ”problem” berasal dari bahasa Yunani, proballein, yang bila ditelusuri lebih jauh mengandungi makna yang sangat positif. Pro bererti forward atau maju. Sedangkan ballein bererti to drive atau to throw. Jadi, problem bermaksud bergerak maju. Problem bererti kesempatan untuk maju dan berkembang.
Sewaktu pertama kali mengetahui bahawa akar kata problem, proballein, ertinya bergerak maju, saya sempat terhenyak dengan perasaan takjub. Sungguh luar biasa dan sungguh benar. Cuba kita renungkan bersama. Masalah sebenarnya adalah suatu simptom yang menunjukkan adanya suatu penyebab atau akar masalah. Oleh itu, dengan seringnya seseorang mendapat “masalah”, bila orang ini cukup bijak dan jujur pada dirinya sendiri, ia akan berkembang dan dapat lebih maju.
Benarkah begitu…?
Pernahkah kita atau mungkin orang yang kita kenali mendapat atau mengalami masalah?
Jawapannya, “Sudah tentu pernah.”
Pertanyaan saya seterusnya, “Adakah masalah yang dialami oleh kita itu mirip dengan masalah sebelumnya?”
Jika kita mahu bersikap jujur dan ikhlas dalam mengamati diri, maka seringkali masalah yang kita alami sifatnya “mengulang-ulang” masalah sebelumnya. Ada kemiripan atau kesamaan. Bentuk masalahnya mungkin berbeza, namun polanya sama.
Satu contoh. Ada seorang isteri diceraikan oleh suaminya. Si isteri pasti marah, kecewa, sakit hati, dendam, dan bersumpah akan mencari pasangan yang jauh lebih baik. Namun kenyataannya? Ia tetap mendapat suami baru yang mempunyai karektor serupa dengan mantan suaminya.
Ada rakan saya, seorang usahawan dikenali ramai, berulang kali kena tipu. Sekali kena tipu jumlahnya bukan setakat ribuan ringgit, tapi  mencecah jutaan ringgit. Dan ini terjadi berulang kali.
Seorang kawan yang lain seringkali bertengkar dengan isterinya hanya kerana hal-hal remeh. Misalnya hanya kerana si isteri memicit ubat gigi tidak dari bawah, tetapi dari tengah, si suami marah besar. Sebaliknya, si isteri walaupun telah diberitahu suaminya tetap mengulangi pola perilaku yang sama.
Masalah yang kita hadapi sebenarnya menunjukkan ”level” kita. Siapa diri kita sesuai dengan masalah yang kita hadapi. Bukankah ada tertulis dalam Quran bahawa Allah tidak akan membiarkan kita diuji melampaui kekuatan kita untuk mengatasinya? Dan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya?
Masalah atau problem sebenarnya guru sebenar yang seringkali kita abaikan. Kebanyakan orang mengalami masalah yang serupa atau berulang kerana mereka tidak belajar dari masalah yang pernah mereka alami.
Ibarat pelajar universiti yang tidak dapat ke semester selanjutnya kerana kandas dalam peperiksaan, maka kita akan mengulangi semula kuliah yang sama. Tidak mungkin pensyarah akan menaikkan kita ke kelas berikutnya. Mengapa? Kerana soalan ujian di tahap ini pun kita tidak lulus apalagi kalau diberi soalan ujian tahap seterusnya…
Kita harus mengulang semula semester, dengan harapan kita akan belajar, meningkatkan diri, dan akhirnya mampu menjawab  soalan ujian hingga lulus.
Malangnya, di saat tidak lulus, kita bukannya belajar dari ”masalah” itu, tetapi ramai yang membuat masalah baru dengan menjadi marah, kecewa dan menyalahkan pensyarah atau universiti. Pernah kita bertemu dengan orang seperti ini?
”Ah, itu kan pelajar universiti. Sememangnya begitulah sikap mereka,” ujar sahabat saya.
Bukankah kita semua ini juga pelajar universiti? Kita belajar di Universiti Kehidupan. Kehidupan adalah tempat kita belajar, dan untuk maju kita harus menjadi pelajar seumur hidup atau life long learner.

Ada yang mengatakan bahawa pengalaman adalah guru yang paling baik. Saya kurang setuju dengan pernyataan ini. Menurut saya pengalaman adalah guru terbaik bila itu pengalaman orang lain.
Jadi, kita belajar dan mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan dengan menelaah dan mempelajari pengalaman orang lain dan kita terapkan untuk kemajuan hidup kita.
Mana lebih baik, kita kena tipu RM 1 juta atau kita belajar dari pengalaman orang lain yang tertipu RM 1 juta? Jadi, kita gunakan pengetahuan ini untuk melindungi diri kita agar tidak mengalami masalah yang sama…
Pengalaman adalah guru yang terbaik bila kita dapat memetik pelajaran berharga dari apa yang kita alami. Kebanyakan orang mengalami ”pengalaman” hanya sekadar mengalami. Mereka tidak memetik pelajaran atau manfaat apa pun dari pengalaman atau masalah mereka.
Sekarang sudah jelas bahawa kita dapat belajar dari masalah. Tapi bagaimana caranya…?
Ada empat langkah untuk mengatasi setiap masalah dalam hidup:

1. Mengakui adanya masalah

2. Setiap masalah pasti ada sumber atau akar masalahnya

3. Bila akar masalah ditemui, maka masalah dapat dipecahkan

4. Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah

Sebagai contoh kes….
Mari kita analisis kes yang di alami sahabat saya, iaitu yang sentiasa  kena tipu jutaan ringgit.
Langkah pertama adalah mengakui atau menerima bahawa ia punyai masalah. Ia harus berani mengakui dan memutuskan untuk mengubah hal ini. Masalahnya adalah ia berkali-kali kena tipu. Ramai orang yang bila mendapat masalah, hanya berdoa, pasrah, bersedih dan berkata bahawa masalah mereka adalah salah satu bentuk cubaan dari Allah.
Mereka meyakini bahawa masalah yang mereka alami merupakan ujian dari Ilahi, maka seharusnya Allah jua yang harus mengubah keadaan ini. Saya tidak setuju dengan pandangan sebegini. Bukankah ada tertulis dalam Quran bahawa Allah tidak akan membantu mengubah nasib hamba-Nya selagi hamba-Nya tidak bersedia mengubah nasib mereka sendiri.
Langkah kedua adalah memahami bahawa masalah yang di alami pasti ada sumber atau akar masalah. Dan akar masalahnya bukan terletak di luar diri, misalnya ia tertipu kerana kelicikan si penipu dalam meyakinkan dirinya sehingga mahu memberi pinjaman wang, tapi akar masalahnya terletak di dalam dirinya.
Langkah ketiga, bila akar masalah yang ada di dalam dirinya berjaya diselongkar, maka ia dapat mengatasi masalahnya.
Langkah keempat adalah memilih jalan penyelesaian terbaik yang akan digunakan dalam mengatasi masalah. Setelah berjaya melakukan empat langkah di atas, insya Allah kita akan dapat memetik hikmah dari apa yang kita alami.
Sekarang saya huraikan langkah demi langkah yang dilakukan sahabat saya…
Langkah 1. Masalah: Saya tertipu jutaan ringgit berkali kali.
Langkah 2. Saya menyedari bahawa akar masalah terletak di dalam diri saya.
Langkah 3. Akar masalah saya adalah kepercayaan bahawa saya adalah pemilik semua harta ini. 
Langkah 4. Saya mengubah kepercayaan saya, dari pemilik harta menjadi Pemegang Amanah Allah. Saya akan mengelola harta yang diamanahkan kepada saya ini dengan berhati-hati kerana saya akan dipertanggungjawabkan tentang harta ini di setiap hujung tahun untuk urusan zakat, dan saya akan ditanya di Padang Mashyar nanti dari mana dan ke mana saya belanjakan harta tersebut.
Hikmah yang di perolehi dari masalah ini adalah apa yang kita alami dipengaruhi oleh kepercayaan dalam diri kita. Setiap pegangan kepercayaan akan mengakibatkan risiko tertentu. Cara paling tepat untuk membuat muhasabah adakah suatu pegangan bermanfaat atau merugikan diri kita dapat di lihat dari akibat yang ditimbulkan oleh kepercayaan-kepercayaan itu terhadap hidup kita.
Selama seseorang masih tetap memegang nilai kepercayaan yang sama, maka ia akan mendapat hasil yang sama. Tidak mungkin terjadi seseorang mendapat hasil yang berbeza dengan kepercayaan yang sama. Einstein menjelaskan dengan sangat tepat ketika ia berkata, ”Insanity is doing the same thing over and over but expecting different result.”
Wallahu`alam




Jagalah Hati…



Wassalam.