Kesabaran… Mutiara kehidupan ini seakan-akan makin pudar dari dalam diri masyarakat kini, termasuk sebahagian umat Islam di negara tercinta ini. Oleh kerana kurangnya kesabaran, kita mudah emosional dan marah sehingga akhirnya terlibat dalam permusuhan, perkelahian, persengketaan sesama saudara muslim dan warga bukan muslim. Kesabaran seakan-akan tidak berharga dan tidak memiliki makna positif bagi kehidupan ini.
Padahal, kesabaran sangat diperlukan sepanjang hidup. Kesabaran diperlukan ketika kita berhadapan dengan nafsu yang sering tidak terkawal. Contohnya, nafsu ingin makan dan minum di kala siang Ramadhan yang kali ini kita jalani. Keinginan tersebut dan kehendak untuk memuaskan syahwat dapat ditahan atau dikendalikan dengan kesabaran. Kesabaran juga diperlukan ketika nafsu serakah dan rakus terhadap harta dan kekuasaan menguasai diri kita. Dengan kesabaran, kita tidak melakukan rasuah dan penyelewengan kekuasaan.
Kesabaran juga seolah-olah tidak lagi menjadi "hiasan" hati dan akhlak masyarakat kita dalam kehidupan politik. Atas nama demokrasi, hak asasi, dan perubahan, ketidaksabaran terlahir dalam demonstrasi masyarakat, mulai dari pekerja, guru, pelajar, mahasiswa, hingga ke pekebun, penternak dan tukang sapu. Seakan-akan, makna serta kandungan kesabaran dan perubahan bertentangan.
Ketidaksabaran turut terlihat dari kelakuan elit dan pemimpin parti politik yang berlumba menggerak serta merebut pengaruh dari kalangan massa, termasuk dengan politik wang. Ketidaksabaran juga dapat dilihat pada kelakuan anggota keselamatan yang ringan tangan dan mudah menggunakan kekerasan. Hasilnya, sering ada korban, bukan hanya harta benda, bahkan nyawa. Selain itu,ketidaksabaran tersebut telah melahirkan luka-luka sosial.
Begitulah, tanpa kesabaran, yang ada hanyalah kerugian. Ketidaksabaran selalu berlawanan dengan keberuntungan. Kerugian biasanya datang sehingga sering menimbulkan penyesalan. Padahal, Allah swt selalu menyatakan bahawa Dia bersama orang-orang yang sabar. Tanpa kesabaran, orang yang bersangkutan bakal mengalami kerugian belaka. "Demi masa. Sesungguhnya, manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh serta saling mengingatkan (menasihati) tentang kebenaran dan kesabaran” (QS 103: 1-3)
Kesabaran jelas diperlukan dalam amar makruf dan nahi mungkar untuk mewujudkan kebenaran. Kebenaran, kebaikan, dan islah (reformasi) yang ingin ditegakkan tidak dengan sendirinya membolehkan ketidaksabaran. Ketidaksabaran bertentangan dengan kebenaran dan kebaikan yang dalam pakej keberuntungan.
Hari-hari berpuasa dalam bulan Ramadhan kali ini biarlah menjadi madrasah latihan untuk membangun dan membangkitkan kesabaran. Pengendalian diri sebagai salah satu inti makna puasa Ramadhan dapat membawa kita untuk terbiasa dengan kesabaran. Nafsu perut (makanan dan minuman) dan seks (kelamin), misalnya, yang biasa menjadi pusat ketidaksabaran, mampu ditahan atau dikendalikan di kala kita berpuasa.
Kesabaran, kata Imam Al Ghazali, adalah kesediaan mengubah perilaku dan menakluk hawa nafsu dengan mengikuti tuntunan agama.
Kesabaran merupakan kemampuan mengendalikan segala desakan hawa nafsu. Kemampuan itu sebenarnya telah ada dalam diri kita, yang oleh Al Ghazali disebut baits al-din (motif agama). Desakan hawa nafsu itu disebut sebagai baits al-hawa (motif nafsu). Dua hal tersebut selalu terlibat dalam aktiviti seharian kita "Kemenangan baits al-din atas baits al-hawa itulah yang disebut sabar." Kata Al Ghazali. Manakala Baginda Rasulullah saw bersabda “Iman itu, setengahnya adalah kesabaran dan setengahnya lagi adalah syukur." Dengan puasa, kita mampu menciptakan jarak dengan hawa nafsu dan kita juga mempunyai kesempatan melakukan muhasabah diri yang dapat bermuara pada pencerahan dan kebangkitan rohani (spiritual enlightenment).
Puasa memang bertujuan melahirkan manusia-manusia yang secara rohaninya bercahaya. Mereka yang telah diterangkan oleh cahaya Ramadhan mampu melihat dunia dengan perasaan optimistik, lebih tawakkal, dan percaya kepada kasih sayang Ilahi yang tidak pernah membiarkan manusia dalam kedukaan berterusan. Manusia yang dipimpin oleh cahaya Ramadhan lebih memiliki kesabaran dalam melakukan perubahan dan reformasi serta mengatasi pelbagai masalah, bahkan maksiat yang masih bertahan dalam hatinya.
Dalam keadaan masyarakat yang belum sepenuhnya kondusif itu, falsafah puasa memberikan perspektif yang sangat dalam dan bermakna.
Perspektif itu membawa muslim untuk “bertingkah laku dan berakhlak dengan akhlak Ilahi”, akhlak yang penuh dengan kesempurnaan. Kesabaran sebagai salah satu akhlak Allah seharusnya dimiliki orang-orang berpuasa.
Sekali lagi, kesabaran sangat diperlukan dalam masa-masa yang penuh ujian dan cabaran kini. Dengan demikian, kesabaran yang dicapai melalui ibadah puasa sekaligus mengangkat martabat rohani kita. Jadi, kesabaran sangat penting dalam upaya menyelesaikan dan memecahkan masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Itulah yang kita perlukan dalam masa-masa kini dan mendatang di tanah air kita ini.
Wallahu`alam
Jagalah Hati…
Wassalam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan